TAK ADA RETAK YANG TAK GADING

oleh : Wiarsih Asikin



         JUDUL yang saya buat, bukan tak ada gading yang tak retak. Tapi, sesungguhnya harus dibaca Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Mengapa? Karena saya sengaja tak meralat. Alasan kedua, kalau saya tulis secara benar, juga percuma jika tetap ada yang membaca TAK ADA RETAK YANG TAK GADING. Padahal, mestinya yaa dibaca Tak Ada Gading Yang Tak Retak dan artinya, harus sesuai dengan aslinya. Yaitu, tak ada sosok manusia yang sempurna. Sebab, yang namanya manusia pasti suka khilaf, sesekali keliru dan sesekali berbuat salah.
        Ingat ! Hanya sesekali dan itu sebabnya dijuluki Tak Ada Gading Yang Tak Retak.
        Kalau tidak sesekali alias terus menerus berbuat salah, dan selalu khilaf, jadinya bukan Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Tapi, menjadi semua gading kok pada mudah retak.
       Betapa ngerinya jika semua gading retak.
       Setidaknya, semua hewan bernama gajah harus segera dilarikan ke rumah sakit. Semisal dibawa ke rumah sakit terbesar di Indonesia, yang paling lebih dahulu kelabakan pasti juru parkir. Sebab, gak mungkin jika gajah yang ingin berobat disuruh menunggu dengan sesabar sabarnya di ruang tunggu. Selain tak tersedia kursi untuk diduduki oleh para gajah, kebanyakan, koridor di rumah sakit tidak ada yang lebarnya lebih besar dari gajah. 
      Saat para gajah datang serempak untuk berobat, juru parkir di rumah sakit tersebut tak hanya bilang, "Hari ini gue benar benar super apes." Kenapa? Karena baik sebentar atau lama, setiap gajah yang menunggu di areal parkir, setelah diperiksa dan diobati oleh dokter, nggak bakalan bayar uang parkir. Bukan lantaran mereka hobi "nembak". Tapi, menurut para akhli keuangan, sampai saat ini mereka tak pernah mendapatkan rekening tabungan atau rekening lain atas nama seeokor gajah. Baik rekening yang sejak awal kurus maupu rekening yang mendadak jadi gendut
      Jadi, lantaran nggak ada gajah yang punya duit, maka dapat dipastikan tak ada satupun dari ribuan gajah yang datang berobat untuk membayar biaya parkir. Para gajah juga akan meninggalkan dokter yang baru memeriksa kesehatan mereka, tanpa peduli apakah dokter yang bersangkutan berjiwa sosial atau berjiwa komersil. Yang jelas, setelah yakin sudah diperiksa dan diobati, setiap gajah akan segera pergi tanpa mengucapkan terima kasih. 
     Mudah mudahan, tidak semua gading pada retak.
     Sebab, jika para gajah serempak datang ke rumah sakit dengan berbondong bondong, yang juga kelabakan adalah masyarakat. Sepanjang jalan, tak akan ada yang berani ngusir sang gajah saat dia melangkahkan kakinya di jalan raya.
     Meski para sopir membunyikan klakson sekencang kencangnya, paling paling rombongan gajah hanya cengar cengir. Kalau ada yang ngotot dan mencoba coba mengusir para gajah dari jalan raya agar kendaraan bisa melaju dengan leluasa, bisa dipastikan, yang mencoba melakukan hal itu harus berani menanggung risiko disepak gajah atau dibetot dengan belalainya dan dilempar oleh sang gajah hingga bisa terpental, melambung ke udara dan akhirnya menclok di puncak tugu monas. Padahal, meski ada politikus yang berjanji siap digantung dan akan terjun dari monas, semua tak mampu membuktikan ucapannya. Entah karena yang bersangkutan tukang ngibul, entah karena takut mati sebelum bertobat
    Gajah tak hirau bagaimana nasib orang yang dilempar sampai ke sana. Sebab, di kalangan gajah, tak pernah tersebar berita tentang seseorang yang mengatakan kalau dirinya korupsi siap digantung di tugu Monas. Para gajah juga tidak pernah tahu, kalau di SKK Migas ada budaya gratifikasi dan pelakunya sudah di amankan oleh KPK. Malah, juga tidak tahu kalau KPK akan mengajukan banding karena hakim tipikor hanya memvonis sepuluh tahun atas terdakwa yang terlibat kasus Simulator semantara Jaksa Penuntut Umum menuntut dengan ancaman hukuman 18 tahun penjara. Cuma, para gajah yang gadingnya retak atau tetap mulus, tak peduli. Juga tak bisa berbuat apa apa saat harga berbagai kebutuhan pokok naik dengan seenaknya ke langit tinggi. Membuat ibu ibu menjerit, karena duitnya yang tipis langsung habis hanya untuk beli bawang merah dan bawang putih
    Yang jelas, para gajah hanya tahu kalau gadingnya yang retak harus segera diobati. Itu pun tergantung keputusan setiap pawang gajah, apakah perlu membawa ke rumah sakit secara serempak atau dibawa satu persatu. Kalau pun ada keputusan membawa serempak, boleh jadi para pawang yang bisa jinakkan gajah, tetap bingung. Pasalnya, menurut data yang akurat atau tidak akurat, sampai saat ini, Pemda DKI Jakarta tak pernah mengeluarkan Kartu Sehat untuk setiap gajah agar bisa berobat secara gratis.
    Bukan lantaran para gajah tak ada yang datang ke TPS saat Pilkada DKI yang dimenangkan oleh Jokowi dan Ahok. Ketidak datangan para gajah ke TPS saat Pilkada DKI Jakarta juga bukan lantaran nama para gajah tak tercantum dalam daftar pemilih.Saat itu, para gajah tidak datang karena tak satu pun dari mereka kepingin datang. Sebab, kepingin makan saja harus nunggu kebijakan para pawang. 
    Nah, lantas gimana para pawang tak kebingungan? Nggak mungkin gajinya yang tak seberapa digunakan untuk nombokin agar semua gajah bisa berobat. Juga nggak mungkin hal ini layak dipercaya, sebab, meski gading gajah pada retak, para gajah tetap saja bisa tidur nyenyak. 
    Gak percaya? Jalan jalan deh ke Kebun Binatang atau ke taman yang lokasinya di kawasan Cisarua.
Konon, menurut informasi yang layak dipercaya, setiap hari para gajah malah hepi dan semangat pasang aksi untuk menghibur setiap orang yang datang ke taman itu.





    

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "TAK ADA RETAK YANG TAK GADING"

Post a Comment