SUARAKU BUKAN SUARAMU

oleh : Wiarsih Asikin

Bakal ada Pemilihan Umum dan di 9 April mendatang kita akan berada di balik suara untuk menghibahkan atau memberi suara. Tentu, suara tertuju ke pilihan yang kita anggap bakal membuat Indonesia Jaya untuk menciptakan rakyat sejahtera. Tapi, juga ada yang memilih tanpa berpikir apakah Indonesia akan jaya meski mengetahui banyak rakyat yang jauh dari sejahtera.

Itu sebabnya kita bisa mengatakan, suaraku bukan suaramu karena boleh dan bisa jadi suaramu memang bukan suaraku dan tak pernah menjadi suaraku, mengingat yang kita pilih belum tentu sama dan suara kita tidak diberikan ke caleg yang tanpa beda.

Pilihan membuat suara kita jadi beda. Beda dalam mengapresiasi apakah mereka yang akan kita pilih memenuhi harapan yang belum juga bisa diwujudkan, atau semakin tak mau mewujudkan harapan, mengingat para caleg sebenarnya tidak benar-benar mewakili rakyat karena yang jauh lebih benar, mereka mewakili kepentingan partai dan kepentingan pribadinya, mengingat saat menyatakan siap menjadi caleg mereka siap menghabiskan uang untuk biaya pemenangan agar terpilih menjadi anggota dewan seperti yang mereka inginkan dan bukan yang kita impikan.

Dan ketika suaraku bukan suaramu dan atau sebaliknya-suaramu bukan suaraku, tentu saja kita tak perlu menjadi yang bersebrangan dalam arti negatif. Kalau pun secara riil kita bersebrangan, perbedaan yang ada haruslah tetap menjadi positif karena sampai kapanpun kita boleh dan bisa mengatakan lebih sepakat untuk tidak sepakat, atau apa salahnya tidak sepakat tapi sepakat dalam membangun Indonesia

Lalu, bagaimana sebenarnya membangun Indonesia, jika partai masih mendominasi keinginannya dan belum juga memprioritaskan keinginan rakyat, yang merindukan harga pangan murah, biaya pendidikan makin terjangkau, perumahan mudah didapatkan, biaya rumah sakit tak lagi mengkuatirkan, dan rekatnya persatuan sebagai anak bangsa, tak direcoki oleh hasrat memecah belah yang menggeliat di balik dunia politik

Sekiranya suaraku yang bukan suaramu dan suaramu yang bukan suaraku bisa menjadi suara yang sama, boleh jadi, di dalam bilik suara kita memilih nama pemimpin yang sama. Nama pemimpin yang setelah terpilih dan menggenggam kekuasaan, lebih siap hidup sederhana dan hanya berhasrat melaksanakan amanah, karena sebagai orang yang bertaqwa, sangat menyadari bahwa kelak, apa yang dilakukannya saat ini akan diminta pertanggung-jawaban oleh SANG KHALIK, yang senantiasa menepati janjinya.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "SUARAKU BUKAN SUARAMU"

Post a Comment