SUARAMU SUARAKU

oleh :Wiarsih Asikin

DI priode lima tahun, meski hanya sekali dan dalam bingkai indah pesta demokrasi, kerinduan para calon pemimpin terhadap suaraku dan suaramu, sedemikian tinggi. Mereka, sedemikian rindu menemui dan bahkan sampai mendapatkan, tapi, bukan untuk mempersembahkan kesejahteraan. Tapi, untuk kemudahan mengelola negara demi pribadi, kelompok dan partai. 

Kenyataan seperti ini tak bisa dibantah, meski artikulasi politik selalu mampu menterjemahkan dengan berbagai cara yang dalam konsep keindahan kata kata, dikedepankan sebagai upaya merebut simpati. Untuk itulah, kebanyakan kata yang diungkapkan dalam pidato, para jurkam tampil sebagai sosok yang seolah olah hanya ingin mensejahterakan rakyat dan mengelola negara dengan kenegarawanan mereka.

Nyatanya, orang orang miskin masih melenggang di jalanan dan juga di lampu merah. 
Saat kota tak peduli pada keindahan yang harus ditata, mereka tak hanya dibiarkan berkeliaran dengan label kemiskinannya. Tapi, memang dibiarkan meski disadari ada kementerian Kesra dan juga Kementrian Sosial. Hingga saat ini, dua kementerian yang sengaja dihadirkan oleh negara, tak muncul sebagai lembaga yang memberi harapan kepada orang orang miskin. Entah kapan ingin serius untuk membuktikan bahwa keduanya sanggup mensejahterakan.

Dan, orang orang miskin di jalanan, akhirnya pasti digusur manakala ada kepentingan pejabat yang sesungghnya tak ingin melihat kemiskinan tapi malah membiarkannya berkembang. Dan, rakyat jelata puun disisihkan dari jalan, karena ada pejabat terhormat yang ingin melintas tapi sepanjang perjalanan hanya ingin menikmati indahnya pemandangan dan bersihnya jalanan dari sesuatu yang tak nikmat dipandang.

Sayangnya, suaramu dan suaraku hanya dibutuhkan saat datang pemilu. Setelahnya, sama sekali tak bermakna. Tak menjadi kekuatan karena jika menyanyikan lagu berdimensi sosial, hanya dianggap sebagai kicauan yang merusak pendengaran. 

Suaramu dan suaraku, sesungguhnya adalah suara yang di dalamnya terkandung sejuta doa, segudang hikmah tapi tak didengar dan sampai kini sebatas diminta untuk berpartisipasi dalam memilih pejabat yang dikemas dalam acara berbiaya besar. Dan pesta demokrasi, tak pernah memberi hal yang hakiki bila setelahnya, yang bermunculan adalah kasus korupsi.

Di berbagai instansi,begitu banyak gratifikasi. Menipulasi dan sederet sebutan lain yang pada akhirnya sang pelaku yang tak lain yang diberi amanah, ditangkap dan dipenjara oleh KPK karena di tangan mereka, Amanah hanya sebuah kata tanpa makna. Sebab, yang dilakukan bukan mengurus untuk mensejahterakan rakyat, tapi jalan lurus untuk menyikat, mengembat, uang negara baik dari proyek APBN maupun APBD

Meski begitu, kita tetap harus melangkah ke dalam bilik suara. Dan di 9 April 2014, penuhilah hak. Hanya, jangan jual suara - karena suara adalah satu satnya milik kita yang tak ternilai harganya. Juga jangan berikan ke sosok yang dalam merebut suara hanya untuk tiket bobo dan bolos di waktu rapat, berstudi banding ke luar negeri tanpa niat menghemat, dan mengutak atik anggaran proyek untuk kocek pribadi dan para koleganya.

Suaraku dan suaramu, bisa jadi kemajuan Indonesia yang mumpuni jika diberikan kepada mereka yang memang ingin mengabdi untuk negeri. Hanya, yang jadi masalah, adakah calon pemimpin yang benar benar takut pada azab TUHAN YANG MAHA KUASA?

Jangan bertanya pada rumput yang sudah malas bergoyang    

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "SUARAMU SUARAKU"

Post a Comment