MENGKONKRITKAN TAQWA

JIKA masih banyak yang belum memahami apa itu TAQWA, bukan kenyataan yang mengherankan. Sebab, bagi siapapun yang belum paham, pasti merasa kesulitan mengkonkritkan taqwa. Yang mengherankan, juga banyak yang malah enggan mempelajarinya.
Tak heran, jika banyak yang sudah melaksanakan sholat, namun masih belum juga sampai kepada keinginan mengkonkritkan Taqwa, secara serius, benar dan bersungguh sungguh.
Disimpulkan seperti itu lantaran, tak sedikit yang setelah shalat malah tetap bermaksiat. Tetap melakukan perbuatan yang sudah diketahui dilarang oleh agama. Mestinya, tentu saja tidak demikian. Sebab, Shalat tak saja berarti mengokohkan tiang agama, tapi sekaligus membangun Amal Ma'ruf Nahi Munkar secara terus menerus atau berkelanjutan  
Jika setelah shalat tetap berjudi atau bermabuk mabukan, yang dibangun bukan Amal Ma'ruf Nahi Munkar, tapi justeru semangat membangun keburukan atau ketidak-baikan yang kelak malah bakal mencelakakan.
Bukankah sampai kapan pun kebaikan dan keburukan tidak pernah bisa bersatu padu, sebagaimana halnya air dan minyak, yang tak akan pernah bisa menyatu meski di dalam satu tempat, botol atau jerigen

Langkah Bijak 
Yang paling direkomendasikan justeru sebaliknya. Jadi, siapapun yang sudah melaksanakan shalat, justru harus bertekad untuk mengajak dirinya agar hatinya lebih tergerak ke upaya membebaskan diri dari berbagai perbuatan buruk yang diamanahkan untuk dijauhi
Dengan begitu, yang kemudian dilakukan bukan menghabiskan uang untuk berjudi atau bermabuk mabukan. Bukan untuk melampiaskan hawa nafsu. Uang yang banyak, akan sangat bermanfaat untuk diri sendiri bila dibelanjakan untuk membeli kebajikan, Kebaikan yang sangat bermanfaat untuk diri sendiri, itu kelak jadi sahabat sejati dan jadi bekal untuk menghadap Illahi Rabbi. 
Sebab,sejumlah uang yang sama, ketika dibelanjakan untuk kepentingan maksiat, yang kemudian dihasilkan hanya kepuasan sejenak, kepuasan sesaat yang justru membuahkan sesal karena belakangan baru disadari telah melakukan hal yang tak terpuji.
Sedangkan jika sebaliknya - dibelanjakan untuk kebajikan, yang lantas dihasilkan adalah amaliah. Amal setiap pribadi muslim, selain tercatat sebagai amal baik , juga tercatat sebagai amal yang pasti bakal dapat ganjaran yang setimpal oleh ALLAH SWT.
Dan kelak, di akhirat, amaliah yang dilakukan dengan ikhlas, dengan sendirinya bakal menjadi bekal yang menyelamatkan setiap hamba di hadapan Sang Khalik Adapun uang yang sama yang dibelanjakan untuk kepentingan maksiat, tak menjadi apapun kecuali menjadi beban berat dan kelak, bukan menyelamatkan malah sebaliknya, mencelakakan.
Mengapa? Karena belanja kebajikan adalah bagian dari Taqwa yang wajib dikonkritkan oleh setiap hamba, sedangkan belanja maksiat adalah perbuatan yang mengingkari perintah dan larangan ALLAH. 
Mengamalkan jumlah uang yang sama - yang tidak digunakan untuk judi dan mabuk, maksiat, jelas merupakan langkah bijak yang justeru menyelamatkan dan menggembirakan.
Memang di saat yang sama, siapapun yang memutuskan untuk mengamalkan uangnya, tidak merasakan nkmatnya berjudi dan bermabuk mabukan. Tapi di saat yang sama, siapapun yang menggunakan uangnya untuk berjudi dan bermabuk mabukan, sesungguhnya tidak menikmati nikmat maksiat yang dilakukan. Terlebih, setelah berjudi uang bures karena kalah.
Yang kemudian timbul, pasti masalah. 
Karena, isteri dan anak di rumah yang tak diberi nafkah,  tak bisa belanja untuk makan bersama. Tak bisa membeli buku atau tas untuk keperluan anak sekolah. Juga tak bisa bayar listrik dan iuran untuk keamanan dan sampah. Akhirnya, cekcok, karena setelah kalah berjudi, hawa nafsu untuk menebus kekalahan bisa tak terkendali. Ujung2nya, malah mengambil perhiasan yang tersisa milik isteri, untuk dijual dan dijadikan modal untuk berjudi lagi. Begitu seterusnya
Hal buruk juga bakal dialami oleh hamba yang hobi mabuk. Setidaknya, dalam kondisi mabuk tak sadar diri, memicu hawa nafsu yang sudah tak terkonrol untuk melakukan berbagai perbuatan negatif. 
Di ajak menjambret, menodong atau merampok, misalnya, tak berpikir panjang lagi. Langsung ikut beraksi. Sekali dua kali, bisa saja lolos, selamat dan bebas alias tak tertangkap petugas.  Tapi di aksi kejahatan berikutnya, tak cuma bisa tertangkap petugas. Tapi sangat mungkin tertangkap oleh massa, yang karena sudah kesal, tak sebatas ingin memukuli. Lebih dari itu, ingin menghabisi.
Ketika hal itu tak terhindari lagi, tak guna sesal lantaran mati dalam kemaksiatan.
Jadi, setelah melaksanakan shalat, bukankah jauh lebih baik tetap dan berlanjut untuk terus melakukan kebajikan? Untuk setiap hamba yang lebih tertarik melakukan kebajikan demi menjaga dan memelihara shalatnya, berarti telah mengkonkritkan taqwa dalam arti sebenarnya. Dan pasti tetap siap melaksanakan kebajikan yang sedemikian banyak wujudnya, karena paham, sebenarnya mengknkritkan taqwa jauh lebih mudah timbang mengkonkritkan kemaksiatan, karena sudah bisa dan akhirnya terbiasa membangun kebaikan.
Dan apa yang terus dibangun, tentu saja bukan untuk kepentingan orang lain. Tapi justeru untuk kepentingan diri sendiri. Dan inilah perbuatan yang kelak di akhirat, menyelamatkan setiap hamba dari sentuhan api neraka.
Dan. beruntunglah para hamba yang sudah mulai dan kemudian tetap berusaha melakukannya sampai akhir hayat. Sebab, telah melaksanakan kebajikan, seperti yang diperintahkan oleh Sang Khalik, yang berfirman dalam Al Qur'an, Surat Al Baqarah, ayat 2 -  5, yang artinya sebagai berikut :
2. Kitab (al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang  bertaqwa
3. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka.
4. Dan mereka yang beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepada (Muhammad) dan (kitab kitab) yang diturunkan sebelum engkau, dan meraka yakin akan adanya hari akhirat
5. Merekalah  yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang orang yang beruntung.

Alangkah beruntungnya para hamba Allah  yang lebih tertarik dan hanya ingin mengkonkritkan taqwa, karena sadar, yang mampu menyelamatkan diri sendiri di hadapan Allah bukan orang lain, tapi dirinya sendiri. 

           

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "MENGKONKRITKAN TAQWA "

Post a Comment