JANGAN BILANG AKU TAK MENCINTAIMU (3)

oleh : Wiarsih Asikin

TIGA


      " Jadi.. mama malah mengikuti keinginannya?" Tanya Mentari, yang setelah dapat kabar kelihatan menjadi kesal namun dia tak bisa menolak keinginan sang mama yang baru saja menyampaikan maksudnya
     " Apa salahnya? Kalau dia memang jempolan, kita terima. Kalau cuma omong besar, langsung kita suruh pulang dan jangan coba melamar lagi. Beres, kan?" kata sang mama.
     " Iyaa.. ma.. Tapi kenapa juga mesti mengikuti keinginan dia, sih?"
     " Tari... Tari... buat apa diperdebatkan. Sekarang, cepat saja kamu bersiap siap. Sepuluh menit tidak siap, jangan menyesal kalau harus ke kampus dengan angkutan umum,' ujar bu Nirhayati yang lantas meninggalkan kamar putrinya.
    Mantari cuma bisa menggerutu. Tapi, meski ia tidak setuju, tak bisa menolak keputusan mamanya. Sulit bagi Mentari untuk melawan atau agak melawan kemauan atau keputusan mama. Bukan ia tak berani atau merasa tak pantas menentang kehendak mama. Hanya, Mentari tak ingin berdebat dengan mamanya, yang tak pernah bisa ditundukkan oleh perdebatan.
    Pun ketika di tengah jalan Mentari ingin protes pada Yudha yang membuatnya merasa ngeri karena sepanjang jalan, Yudha melaju dengan kencang dan meski Mentari tahu yang dilakukan Yudha penuh perhitungan, namun ia tetap merasa takut terjadi sesuatu.
    Bukankah sepandai pandainya tupai melompat kapan pun bisa jatuh ke tanah?
    Namun, hasrat mengajukan protes, terbendung dengan sendirinya, karena sang mama malah larut dalam perjalanan bersama calon sopir mereka, yang dinilai mahir meluncurkan kendaraan di jalan yang penuh dengan berbagai kendaraan lain
    " Kamu bukan mantan pembalap, kan?" tanya bu Nurhayati, sesaat setelah Yudha menepikan sedan terbaru merk ternama, di depan kampus sebuah universitas, di mana Mentari kuliah.
    "Lhoo..kamu mau kuliah atau mau ikutan test drive lagi?" Bu Nurhayati mengingatkan putrinya yang tidak segera turun
    "Tugas Tari numpuk ma," kata Tari
    "Kalau begitu, kenapa nggak cepat turun?" 
    "Oke... Tari turun. Cuma, sore nanti, siapapun harus sudah menjemput Tari pukul lima. Ingat, yaa maa. kalau kurang dari pukul lima, its oke. Tapi, kalau ngaret, Tari lebih baik pulang ke tempat kost teman Tari," kata Tari.
    "Kamu siap, kan, pukul lima nanti stand by di sini?" Bu Nurhayati bertanya pada Yudha
    "Siap bu," sahut Yudha, tanpa perdulikan Tari yang seusai menutup pintu mobil melangkah ke dalam kampus.
    "Kalau begitu, mulai hari ini kamu saya tetapkan sebagai sopir keluarga kami. Oh yaa, kamu minta gaji berapa?"
    "Terserah kebijaksanaan ibu saja," ujar Yudha, sembari menekan kopling dan mulai membawa kendaraan meluncur dari areal kampus 
    "Oke... kalau begitu, untuk tiga bulan pertama, saya berikan kamu dua juta per bulan. Itu bersih, yaa. Soal makan, jika sedang di rumah, yaa, kamu dibolehkan minta sama si mbok Ipah agar menyiapkan makan. Kalau suka ngopi atau teh, tinggal bilang sama si mbok Ipah. Setuju?" 
    "Terima kasih atas kepercayaan ibu menerima saya bekerja sebagai supir"
    " Sama sama. Sekarang, antar saya ke tempat senam. Sesampai di sana, silahkan kamu istirahat, karena saya baru selesai setelah dua jam."
    Yudha tak bertanya ke arah mana ia harus menuju. Dia yakin, sang majikan yang menurutnya cukup baik, akan memberi intruksi kapan ia harus berbelok ke arah kanan atau kiri. Dugaan Yudha, memang tak meleset. Bu Nurhayati yang nampak konsen menatap ke depan, memang memberi aba aba pada Yudha, dan setelahnya Yudha tahu kalau tempat senam bu Nurhayati ada di sebuah pertokoan di kawasan blok M.
    Dengan gesit, Yudha membelokkan kendaraan ke areal sebuah pertokoan yang sudah penuh sesak dengan kendaraan. Meski begitu, tak sulit baginya untuk parkir, karena sang juru parkir di kawasan itu, langsung menyambut dan memberi aba aba pada Yudha agar dia memarkir kendaraan di tempat yang ditunjuknya.
    " Oh yaa.. kalau kamu belum sarapan, carilah sarapan. Ini uang untuk kamu sarapan," ujar bu Nurhayati, yang setelah mengambil selembar ratusan ribu menyerahkan ke Yudha.
    Yudha sempat tercengang. 
    "Lhoo... silahkan diambil," bu Nurhayati mengingatkan, sambil menatap Yudha yang nampak tercengang
    Tanpa berprasangka apapun, Yudha mengulurkan tangan untuk mengambil selembar ratusan ribu dari tangan bu Nurhayati. Dan, Yudha kaget, saat tangannya ditangkap dan digenggam begitu erat. Namun, Yudha agak merasa lega, karena setelah tangan kirinya menggenggam tangan Yudha, bu Nurhayati melesakkan lembaran ratusan ribu dengan tangan kanannya.
   " Lain kali, kamu nggak usah ragu ragu menerima uang yang pasti saya berikan. Oke?" Ujar Bu Nurhayati, yang kelihatannya ragu untuk terus menggenggam tangan Yudha, entah karena ia memang tak bermaksud lebih jauh, atau belum mendapatkan momen yang tepat untuk melakukan sesuatu yang hanya bu Nurhayati saja yang tahu apa yang diinginkan.
     Yudha hanya bisa memperkirakan sang majikannya ingin begini atau begitu. Hanya, Yudha tetap berharap, kalau majikannya bukanlah wanita yang kalau melihat brondong ganteng, langsung kesengsem dan ingin membrondong-garingkan sang brondong segaring garingnya.



Bersambung...........

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "JANGAN BILANG AKU TAK MENCINTAIMU (3)"

Post a Comment