PILIH PEMIMPIN ATAU PILIH PIMPINAN

oleh : Wiarsih Asikin

WAKTU terus bergerak, tak lama bakal sampai ke 9 April 2014 dan ketika semua anak bangsa sampai ke hari Pemilihan Umum (Pemilu) yang sudah dijadwalkan, bagi siapapun yang sudah cukup umur berhak menentukan siapa yang akan dicoblos saat berkesempatan masuk ke balik bilik suara. Di sana, dijamin tak ada tekanan karena yang diperbolehkan hanya kebebasan untuk setiapindividu dalam menentukan pilihan. Dan, sebatas itulah pesta demokrasi yang digelar lima tahun sekali, sebagai sarana dan prasarana untuk memilih wakil rakyat yang kemudian akan dilanjutkan dengan memilih Presiden
Pesta yang benar benar sangat mudah karena tinggal mencoblos satu dari 12 gambar partai yang dianggap resmi sebagai peserta pemilu dan para kader partai yang terdaftar sebagai calon legislatif.
Benarkah sedemikian gampang ? Tak bisa dibantah, jika sebatas urusan mencoblos. Namun, menjadi terasa sedemikian sulit bila dihadapkan pada pertanyaan, apakah berniat memilih pemimpin atau hanya sebatas ingin memilih pimpinan.
Pemimpin dan pemimpin, hanya nyaris sama tapi sesungguhnya sangat berbeda. Perbedaan tak muncul disosok siapa yang terpilih, tapi justeru di karakter sosok yang oleh rakyat telah dipilih menjadi seorang pemenang, baik dalam pemilihan legislatif maupun Pemilihan Presiden.
Jika kita punya waktu menelaah ke lima tahun silam, maka selama 2009 sampai 2014, hasil pilihan yang digelar dalam pesta demokrasi pada tahun 2019, tentu saja bisa dinilai sangat jauh dari harapan alias lebih banyak mengecewakan rakyat, timbang sebaliknya.
Paling tidak, kita bisa melihat,mendengar atau melihat para wakil rakyat yang benar benar tidak mau merakyat dan seolah olah tugasnya bukan untuk mensejahterakan rakyat tapi untuk kepentingan partai masing masing.
Akibantnya, tak hanya banyak yang bolos dan sengaja tertidur di ruang rapat, saat membahas masalah penting, baik di komisi maupun saat paripurna. Bolos dan tidur di ruang sidang, sepertinya memang sangat sepele. Sebab, bisa saja dinilai manusiawi. Hanya, jika kita melihat dari aspek hakekat, maka prilaku demikian sungguh sangat memalukan dan  menjadi fakta konkrit kalau wakil rakyat yang terpilih, sesungguhnya tidak  pantas berada di gedung dewan dengan menyandang gelar sebagai anggota dewan yang terhormat.
Mengapa? Karena menjelaskan kepada kita semua bahwa mereka tidak pernah mau serius dalam melaksanakan amanah. Tentu saja tak logss jika amanah dijadikan aminah. Dan, belakangan juga tersiar kabar di gedung dewan banyak ditemukan kondom yang dibuang sembarangan. Benda benda itu diduga bekas dipakai oleh penghuni gedung dewan, yang sepertinya, di setiap ada kesempatan digunakan untuk menyalurkan hasrat seksualnya, secara liar.
Selain hal yang patur digaris bawahi sebagai tindakan tidak terpuji, juga cukup banyak jumlah anggota dewan yang akhirnya dijebloskan ke penjara, karena baik secara sendiri sendiri atau secara berjemaah telah sengaja memanfaatkan jabatannya untuk mencuri uang rakyat. Peluang untuk melakukan korupsi seperti sengaja dilakukan (mestinya dihindari), karena mereka memiliki kekuasaan untuk menentukan dan menyetujui anggaran yang diajukan oleh setiap instansi
Mulai dari Nazaruddin yang sempat buron sampai Anas Urbaningrum yang pongah dengan penampilannya yang sok suci, dicokok oleh KPK karena yang bersangkutan (meski sok membela diri sebagai orang yang anti korupsi), ternyata tak lebih dari seorang koruptor, yang hanya punya kepentingan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, meski sadar telah menerima amanah dan telah bersumpah siap melaksanakan amanah untuk mensejahterakan rakyat, tapi yang dilakukan malah memperkaya diri sendiri.
Dari kapal yang dinakhodai Anas Urbaningrum, masih ada penumpang lain yang ditahan oleh KPK karena terbukri telah melakukan korupsi. Angelina Sondakh, salah satu nama yang sama sekali tak diduga bakal ikut berjamaah dalam korupsi, mengingat yang bersangkutan adalah mantan putri kecantikan, yang awalnya diperkirakan sebagai sosok cantik lahir dan batin. Nyatanya?
Padahal, dalam kampanye untuk partai dimana mereka bergabung, tampil meyakinkan sebagai bintang iklan yang mengatakan, " KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI" Mestinya, tentu saja merasa malu bila mengingkari janji. Nyatanya? Oleh KPK mereka dipersilahkan untuk berumah dan tinggal di balik jeruji besi
Selain para kader dari partai demokrat, kader dari partai lain seperti Golkar, juga tak berbeda. Semua ditangkap oleh KPK dan dijebloskan ke penjara karena terbukti telah menyalah gunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.
Lalu, bagaimana dengan pimpinan tertinggi negara?
Tentu saja, kinerjanya tak begitu memuaskan rakyat, mengingat wakilnya disebut dalam dakwaan sebagai orang yang ikut bertanggung jawab dalam kasus bank century, yang mulai disidangkan di pengadilan Tipikor dengan terdakwa Budi Mulya, salah seorang mantan pejabat Bank Indonesia, yang namanya tercantum sebagai pejabat yang ikut merembukkan dan menyetujui untuk menggulirkan dana ke Bank Century, yang jumlahnya .cukup fantastis. Karena dalam hitungan trilyunan rupiah
Presiden pun tak menunjukkan karakter kenegarawanan, mengingat di balik tugas utamanya sebagai penduduk Istana Negara, beliau tak mengutamakan kepentingan rakyat, karena juga banyak memanfaatkan waktunya untuk kepentingan partai Demokrat, dan hal ini terjadi setelah mengambil alih jabatan ketua umum partai, yang ditinggalkan Anas Urbaningrum karena yang bersangkutan diminta untuk konsentrasi dan fokus pada masalah hukum yang tengah dihadapinya dan akhirnya dijebloskan ke penjara
Dari sedikit uraian di atas, kita dapat pengalaman dan sekaligus pembelajaran bahwa yang harus dilakukan dengan serius oleh rakyat bukan untuk memilih pimpinan. Tapi, pemimpin yang benar benar pemimpin, yaitu, pemimpin yang lebih ikhlas mengabdi untuk kepentingan rakyat dan menjadikan kekuasaan sebagai tahta rakyat.
Dengan demikian, negeri yang sumber daya alamnya melimpah ruah menjadi sebuah negeri di mana rakyat leluasa mendapatkan kesejahteraan, dan keleluasaan itu dapat dinikmati dengan rasa syukur yang mendalam karena pemimpin yang dipilih melalui Pilpres, sanggup membuktikan bahwa dirinya menjadi presiden hanya untuk kepentingan rakyat, dan bukan untuk kepentingan partai.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "PILIH PEMIMPIN ATAU PILIH PIMPINAN"

Post a Comment